Senin, 24 Januari 2011


Om Awignam Astu
Om Swastyastu
Rahayu, Rahayu, Rahayu

            Dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin membuka kembali memori yang sudah cukup lama tersimpan sebagai upaya untuk mendokumentasikan perjalan spiritual Asram Bunda RAM.
Sebagai wujud rasa syukur atas karunia stabilnya kondisi Pulau Bali dari ancaman rentetan bencana belakangan ini, disikapi Asram Bunda RAM dengan menghaturkan Yadnya Pemahayu-Hayuning Buana di Pura Luhur Penataran Gunung Agung, Dusun Nangka, Buana Giri, Bebandem pada Tanggal 23 November 2010.
Pemrakarsa Pimpinan Asram Bunda RAM sebagai Pusat Kegiatan Spiritual dan Surya Raditya Meditasi, Bunda Ratu Ardenareswari Masceti  usai memuja mengatakan, sistim ritual yang digelar dengan penuh kesederhanaan dan ketulusan adalah merupakan bagian dari kehidupan umat Hindu di Bali khususnya, yang perlu terus dipupuk demi meningkatkan kadar dan kekhusukkan sradha bakti. Sebagai Pusering Jagat Karangasem lanjut Bunda Ratu, Pura Penataran Gunung Agung Nangka adalah patilasan Ida Bhatara Lingsir Gunung Agung-Ida Hyang Putra Jaya, telah memberi karunia untuk terselamatkannya Bali dari amukan bencana akibat takdir dari Sabda Palon yang kini sudah bangkit dan membuktikan keberadaannya.
Secara niskala masalah tersebut tidak dapat disadari oleh umat manusia, sebagai satu teguran terhadap umat, betapa misi untuk melestarikan dan mengajegkan dhamaning agama merupakan kewajiban sejati. “Melalaikan kewajiban itu berarti kita sudah menyimpang dari petunjuk melaksanakan ajaran agama sebagai penuntun kehidupan umat manusia,” ungkapnya.
Bunda Ratu Ardenareswari Macetti hendak mengawal dan menuntun keberadan umat agar bisa berjalan di atas relnya. Sebagaimana diketahui, Ida Bhatar yang berstana yang Berstana di Gunung Agung memiliki 3 saudara yakni Ida Bhatara Gunung Semeru, Ida Bhatara Gunung Agung dan Ida Bhatara Gunung Rinjani.
Dari ketiga kekuatan niskala tersebut diharapkan dapat menuntun umat selalu eling dan menyadari sepenuhnya, melalui persembahan yadnya yang tulus ikhlas. Sebagai pusaran perut bumi di Karangasem, Pura Penataran Nangka merupak kunci, jika perut tidak terurus dengan baik, maka akan mendatangkan malapetaka. Untuk itu, saat ini sesuai pawisik, yadnya persembahan pemahayu-hayuning buana adalah wujud terima kasih kepada Ibu Pertiwi dan Ista Dewata manifestasi Siwa yang telah melindungi alam Bali khususnya Karangasem.


Disebutkan Bali Timur sebagai pancer jagat merupakan salah satu elemen pancaran sinar dari 3 sinar utama yang jatuh ke dunia sekitar tahun 2003 muncul dari angkasa sabda peringatan, yakni di Bali Timur tepatnya di Lempuyang, Pejeng Gianyar dan Negeri Tibet. Sesungguhnya, pemunculan Sabda Palon pertama kali adalah di Bali Timur, maka pengendalian dari ekses kebangkitan itu dilakukan dengan melakukan ritual di 9 titik pusat aura. Saat ini Ida Bhatar Gunung Agung masih nyejer dan berstana di titik batu sederhana sebagai pralingga  di sebelah Pura Penataran. Setiap kali melakukan ritual untuk persembahan yadnya, tidak kurang sebanyak 13 jenis tirta selalu dituur unutk melengkapi prosesi sebagai simbol saksi niskala.  

KESEDERHANAAN DAN KETULUS IKHLASAN
           
Lebih jauh Bunda Ratu menjelaskan, benteng utama yang perlu dijaga dan dilestarikan adalah melaksanakan agama bukan mewacanakan dengan penuh ketulusan. Kebesaran dan kemegahan ritual bukan suatu cara yang diharapkan, melainkan kesederhanaan dan keikhlasan  yang diutamakan. Membentengi Bali sesungguhnyasudah dapat dijalankan hanya memupuk kepercayaan/srada dalam memahami kehendak Dewata tidak mudah ditransformasikan. Dewasa ini, aspek budaya lebih menonjol dari pada aspek agama. Bahkan, ketulusan dan kesederhanaan menjadi langka, sehingga ekses material lebih mengemuka. Kekuatan menyalakan obor/api dari aura sinar Pura Lempuyang (Lampu Yang) sebagai cahaya utama beliau, hendaknya dilakukan dengan benar dan penuh berkah. Di samping itu, pemahaman sejarah juga dikebiri dengan tidak dijadikannya pengalaman sebagai guru dan pelajaran untuk memperbaiki masa depan. Melainkan, masih selalu terikat dominasi etos sejarah Majapahit.
             
Sementara, Ida Pedanda Gede Putra Tianyar dalam Dharma Wacananya mengatakan, Bali sangat bersyukur terlepas dari ancaman bencana alam dan berbagai peristiwa hiruk pikuk yang menenggelamkan umat manusia dalam kesengsaraan dan derita. Untuk itu atas prakarsa Asram Bunda RAM di bawah pimpinan Bunda Ratu Ardenarewsari Masceti, permohonan agar Bali bisa terhindar dari marabahaya sudah dapat berjalan melalui gelaran ritus upacara untuk persembahan, dilaksanakan sesuai petunjuk dan pawisik niskala. Benteng yang dimaksudkan, menurut Ida Pedanda Gede Putra Tianyar adalah benteng tiang agama yang menjadi penuntun mentalitas umat manusia di jalan yang benar. Kasus pencurian pratima, pertikaian antara desa adat adalah cermin lemahnya benteng umat Hindu saat ini, sehingga perlu ditegakkan kembali agar memberikan berkat bagi masa depan kelak.
            Bupati Karangasem diwakili  Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Karangasem Ida Bagus Ngurah, Bsc dalam sambutannya mengatakan, sekecil apapun niat baik dan maksud positif yang bertujuan untuk menyelamatkan buana agung dari ancaman bahaya adalah upaya mulia yang sepatutnya didukung semua elemen umat. Sepanjang dilakukan dengan ketulusan  dan kesucian nurani, lanjut Ida Bagus Ngurah, upacara bukanlah tataran pada esensi kulit tetapi pada substansi isi dan makna yang semestinya dilaksanakan.
           
Upacara tersebut dilengkapi dengan menghaturkan pecaruan ayam manca dengan melakukan pemralina prasawya sebelumnya dihaturkan ke hadapan ibu pertiwi. Sehari sebelumnya juga ngadegang Ida Bhatara Lingsir dari Tapak Petilasan Ida di Genah Lingga Stana sebenarnya di sebelah pura Penataran. Saat sebelum dijemput Bunda Ratu sebagai perwakilan Ibu Pertiwi, Ida Bhatara tidak berkehendak tedun, namun setelah dihaturkan caru dan disongsong Bunda Ratu, barulah Ida berkenan tedun. Demikian pula sesaat hendak ngantukang/nyineb, Bunda Ratu sempat tak sadarkan diri akibat kelepasan Stana Ida dari raganya, diusul sesaat kemudian baru sadar. Pemujaan Bunda RAM dan Ida Pedanda Ciwa-Budha juga diikuti pengastawan sejumlah jro mangku, diakhiri dengan persembahyangan bersama.
            Hadir dalam acara tersebut Bupati Karangasem diwakili Kabag Kesra Ida Bagus Ngurah, Bsc, dipuput dua sulinggih Ciwa-Budha, masing-masing Ida Pedanda Gede Putra Tianyar dari Geria Sindhu Amlapura dan Ida Pedanda Istri Nyoman Karang dari Geria Pekarangan Budakeling, unsur DPRD Karangasem I Gusti Ayu Mas, unsur Polres Karangasem, Sekcam Bebandem, sejumlah undangan dan umat sedharma di lingkungan Banjar Adat Nangka.     

0 Comments:

Posting Komentar