Selasa, 20 April 2010
Maitreya di Zaman Pra-Buddha Sakyamuni Sebagai Sarvajna Prabha Manusya Deva
Sejak berkalpa-kalpa tahun yang lalu, Buddha Maitreya telah menjalin jodoh ilahi, jodoh Buddha, jodoh Ketuhanan dengan segenap umat manusia.
Dalam sutra Buddhis Sarvajna Prabha Manusya Deva Berpantang Daging. Laksaan kalpa tahun yang lalu di dunia ini pernah terlahir seorang manusia Buddha dengan gelar kesucian Maitreya. Beliau mengajarkan maitri, karuna, mudita dan upekkha sebagai catur paramita untuk membimbing umat manusia. Pada kelahiran sebelumnya Beliau pernah terlahir sebagai seorang Pembina sejati bergelar Sarvajna Prabha Manusya Deva yang memiliki kemampuan luar biasa dan kebijaksanaan tiada tara. Karena panggilan cinta kasih terhadap segenap umat manusia, Beliau akhirnya meninggalkan keluarga dan membina di dalam hutan. Orang-orang menyebutnya Manusia Dewa.
Suatu waktu saat Sarvajna Prabha Manusya Deva membina di tengah hutan, terjadi bencana banjir yang menyebabkan penduduk gagal panen dan Sang Manusia Dewa tidak mendapatkan sedekah makanan selama 7 hari berturut-turut.
Saat itu juga di atas gunung, tinggallah 500 ekor kelinci. Ketika milihat keadaan Pertapa yang memprihatinkan, Ratu kelinci akhirnya bertekad mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan pertapa tersebut agar Dharma Agung tetap tersebar lestari. Ratu kelinci menyampaikan pesan terakhir kepada anak-anak kelincinya sebagai berikut : “Saya akan mengorbankan diri demi kelangsungan Buddha dharma. Setalah perpisahan ini kalian pergilah menempuh kehidupan masing-masing dan harus menjaga diri dengan baik.” Dewa Gunung dan Dewa Hutan turut membantu ratu kelinci dengan menyediakan api unggun. Kemudian Ratu kelinci berpesan kembali “Ibu akan pergi untuk selamanya demi kelangsungan hidup sang pertapa sehingga Dharma dapat tersebar dan berkembang, akhirnya umat manusia akan mendapatkan berkah tak terhingga!” Saat itu Dewa Gunung dan Dewa Hutan mengabarkan bahwa api unggun telah disiapkan. Tanpa berpikir panjang lagi, anak kelinci langsung melompat ke dalam kobaran api dan diikuti oleh Ratu kelinci.
Saat daging kelinci telah siap dihidangkan, Dewa Gunung memberitahukan hal tersebut kepada dang Pertapa. Begitu mendengar ucapan Dewa Gunung, Sang Pertapa tergugah dan menjadi sedih lalu Beliau berkata : “Lebih baik aku membunuh diriku dan mengorbankan mataku, Aku rela menerima berbagai penderitaan, daripada harus menyantap daging sesame makhluk hidup!” Arti dari perkataan tersebut adalah Beliau rela menjadibuta, hidup dalam penderitaan bahkan mengorbankan nyawanya sekalipun, asalkan tidak melukai makhluk lain. Bersamaan itu pula Beliau menegakkan ikrar Agungnya : “Aku berjanji di setiap kelahiranku yang berikutnya, sedikitpun tak terbetik niat membunuh dan melukai sesama makhluk hidup, apalagi memakan daging mereka. Berjuang dalam maitri karuna guna menepuh jalan keBuddhaan mencapai kesucian. Selamanya berteguh dalam sila berpantang makan daging.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut Sang Pertapa juga melompat ke dalam kobaran api dan wafat. Buddha Sakyamuni bersabda, “ Ratu kelinci pada saat itu adalah diriku dan anak kelinci adalah anakku Rahula sedangkan Sang pertapa adalah Bodhisatva Maitreya.”
Sutra ini menyampaikan kepada kita bahwa sejak awal pembinaan Buddha Maitreya telah berpantang makan daging. Kita sebagai Pembina sejati selayaknya kita mengikuti langkah pembinaan Beliau, menegakkan ikrar di dalam setiap kehidupan agar terbebas dari niat pembunuhan dan berpantang makan daging. Hingga zaman sekarang vegetarianisme telah menjadi pola hidup yang mengglobal. Semua ini berkat kasih Buddha Maitreya dan juga merupakan bukti nyata kehadiran zaman Buddha Maitreya pada masa sekarang ini.
Maitreya di Zaman Pra-Buddha Sakyamuni Sebagai Bodhisatva Maitreya (Ajita)
Pada zamannya Buddha Sakyamuni, Bodhisatva Maitreya merupakan salah satu murid dari Sang Buddha. Bodhisatva Maitreya tidak membina dengan penegasan cara duduk bermeditasi dan tidak melepaskan kilesa, namun mendapat afirmasi dari Buddha Sakyamuni bahwa ia akan mencapai kebuddhaan. Bodhisatva Maitreya adalah manusia Buddha setelah Buddha Sakyamuni, sehingga dIsebut sebagai Buddha yang akan datang. Masa lalu Buddha Maitreya adalah Bodhisatva Maitreya.Pada masa itu Bodhisatva Maitreya menegakkan ikrar Agung, bertekad merubah dunia yang penuh kekacauan menjadi dunia damai sentosa, merubah dunia yang kotor menjadi dunia yang suci, merubah dunia yang penuh dosa dan kejahatan menjadi kerajaan ilahi, merubah sahaloka yang penuh penderitaan menjadi dunia yang penuh kasih sayang dan bahagia. Pada saat Buddha Maitreya mencapai Kebuddhaan, dunia akan menjadi damai sentosa, bumi Surgawi langsung terwujud. Banyak Pembina sejati di masa lalu menegakkan ikrar mengikuti jejak pembinaan Bodhisatva Maitreya dan hadir bersama-Nya di Bumi Suci Maitreya kelak.
Sabda Sang Buddha dalam Sutra Maha Ratna Kuta (Ta Pao Ci Cing) Bab 88 (Pertemuan Maha Kasyapa)
Suatu ketika junjungan Dunia menjulurkan tangan-Nya yang membiaskan cahaya kemilau, hasil paduan kesucian laksa asamkheya kalpa. Dengan jari dan telapak tangan-Nya yang bersinar bagaikan bunga teratai, Beliau mengusap ubun-ubun Bodhisatva Maitreya sambil bersabda, “Wahai Maitreya! Demikianlah kupesankan kepadamu nanti masa lima ratus tahun kelima, saat lenyapnya dharma sejati, engkau harus melindungi mustika Buddha, Dharma dan Sangha. Jangan sampai lenyap dan terputus.” Seketika itu juga Trisahasra Maha sahasra lokya dhatu (alam semesta) dipenuhi cahaya terang dan dikikuti enam bentuk suara gemuruh yang dahsyat. Semua makhluk suci dan deva serentak menghormati Bodhisatva Maitreya dengan sikap anjali sambil berkata, “Sang Tathagata telah berpesan kepadamu yang mulia dengan pengharapan seluruh umat manusia dan deva mendapatkan berkah kebahagiaan, terimalah pesan itu Yang Mulia!”
Saat itu Bodhisatva Maitreya segera berdiri sambil menampakkan bahu kanannya dan berlutut menghormati Sang Buddha dengan sikap anjali: “Junjungan Dunia, demi keselamatan semua makhluk aku telah menerima penderitaan laksaan kalpa yang tak terhitung, apalagi kini Tathagata telah menyampaikan pesan Dharma sejati, bagaimana mungkin tidak diterima? Wahai Junjungan Dunia! Kini aku berjanji pada masa yang akan datang akan kubabarkan Dharma Anuttara Samma Sambodhi yang telah Tathagata capai dalam perjuangan berlaksa-laksa asam-kheya kalpa yang tak terhitung!”
Maitreya di Zaman Pasca Buddha Sakyamuni Sebagai Bhiksu Berkantong
Buddha Maitreya pernah terlahir sebagai Bhiksu berkantong (?-917 masehi) lahir di kabupaten Feng Hua daerah Xhi Jiang, Ming Zhou (China) asal usul keluarganya kurang diketahui.
Bhiksu berkantong senantiasa menampilkan seyum kasih, kedua daun telinga terkulai hingga ke bahu, memakai juba yang tidak menutupi perut, tangan membawa sebuah tongkat dan di pundak memikul sebuah kantong besar, berkelana untuk menyadarkan dan membimbing umat manusia.Pada masa akhir pemerintahan Liang tahun ke-2 Zhen Ming bulan 3, bhiksu berkantong menetap di kuil Yue Lin. Pada detik-detik menjelang nafas terakhir, Beliau bersabda : Maitreya oh Maitreya, telah menjelma di dunia puluhan ribu kali, bertujuan membimbing umat manusia namun umat manusia yang tidak mengenal-Nya. Pratima Buddha Maitreya yang dikenal saat ini sebagai Happy Buddha, Lucky Buddha ataupun Buddha yang penuh dengan sukacita. Semuanya merupakan replica dari pratima bhiksu berkantong.
Maitreya di Zaman Pasca-Buddha Sakyamuni Sebagai Patriat Cin Kung
Buddha Maitreya terlahir sebagai Patriat Cin Kong atau disebut dengan Sang Lugu Cin Kong (1853-1925 Masehi), sekaligus menjadi perintis ajaran Maha To Maitreya sekarang ini.
Patriat Cin Kong mentransmisikan silsilah kepatriatan kepada Kedua Guru Agung yakni : Buddha Thien Ran dan Bodhisatva Yuen Hui, yang selanjutnya mengemban titah untuk menyelamatkan alam semesta. Ketiga Buddha ini merupakan nakhoda penuntun bagi umat manusia untuk menyebrangi lautan penderitaan menuju pantai bahagia. Kedua Guru juga merupakan Guru Nurani penuntun dunia, yang dating dengan misi mengubah dunia yang penuh kekacauaan menjadi dunia damai sentosa! Merupakan Guru Suci Triloka yang memberikan petunjuk jalan terang menuju Bumi Sukhavati.
Buddha Maitreya Dan Kehidupan Manusia
Buddha maitreya adalah yang penuh maitri karuna, keharmonisa, sukacita serta taw aria. Beliau merupakan Buddha yang paling mengasihi langit, bumi, manusia dan segala makhluk. Beliau juga dihormati oleh semua makhluk hidup. Jika kita dengan setulus hati menyakini dan menghormati Buddha Mitreya, meneladani dengan kasih, hati kasih dan prilaku kasih Beliau; kita akan senantiasa ikut bersukacita dan menjalin sebab jodoh yang bajik, memupuk berkah yang tiada tara dan meraih kebahagiaan yang abadi serta kehidupan yang bebas leluasa.Di dalam dunia yang penuh kejahatan, kekacauan, kebencian, ketidak harmonisan, keserakahan, khayalan, niat negative dan berbedaan pandangan ini, jika kita mempercayai dan menghormati Buddha Maitreya, senantiasa bertobat dihadapan-Nya dan merubah diri, meneladani dan merealisasikan semangat cinta kasih-Nya maka kita akan mendapatkan petunjuk dan lindungan Beliau, meningggalkan kehidupan yang penuh penderitaan dan kegelapan menuju hidup yang lebih cemerlang dan penuh kebahagiaan.
Dalam kitab suci tercatat : Bagi Siapa yang menyebut Nama Agung Buddha Maitreya dan dengan setulus hati bersembah sujud pada-Nya, akan mampu mengimpasi dosa karma laksaan kalpa. Maha kasih Buddha Maitreya tiada tara. Dengan tulus hati menghormati-Nya, kita akan mendapatkan lindungan tak terhingga dari-Nya.
Abad Maitreya Adalah Abad Nurani Sadar Cemerlang
Merupakan abad dimana setiap manusia hidup dalam kebenaran dan kebajikan, kasih dan keadilan. Merupakan abad di mana semua manusia hidup bersyukur, menghargai berkah dan bersukacita! Merupakan abad di mana kehidupan setiap manusia jauh dari dosa, kejahatan, kekacauan, kegelapan, kekotoran, penderitaan dan bencana. Merupakan abad di mana setiap manusia berwajah, berjiwa dan berprilaku kasih! Merupakan abad kebahagiaan semesta bagi semua makhluk.Catatan Tambahan :
Dalam Kitab Suci Tripitaka yakni Sutra Pertanyaan tentang nazar Bodhisatva Maitreya (Dialog Sang Buddha dengan Ananda) terdapat percakapan sebagai berikut :
“Bodhisatva Maitreya telah membina diri dengan metode yang praktis, mudah dan membahagiakan, Beliau berjuang siang dan malam dalam tiga waktu dengan sepenuh hati mendisiplinkan badan dengan jubah yang rapi, berlutut berbhakti puja menghadap ke sepuluh alam sembari berikrar: Aku bertobat atas semua kesalahanku dan akan berjuang membimbing umat manusia ke dalam kebenaran Dharma. Dengan segala ketulusan aku bersembah sujud kehadapanmu para Buddha. Dengan ini kan kucapai kesempurnaan Kebuddhaan.”
Kutipan di atas telah memberikan penjelasan kepada kita tentang perjuangan Sang Bodhisatva Maitreya untuk mencapai kebuddhaan. Inti dari perjuangan Sang Bodhisatva Maitreya untuk mencapai kebuddhaan adalah:
- Penyesalan dan bertobat
- Menghormati dan memuliakan semua makhluk
- Mengasihi semua makhluk
Inilah semangat perjuangan seorang Bodhisatva yang agung. Mengapa Beliau harus bertobat? Bahkan dikatakan senantiasa bertobat? Apakah karena Beliau penuh dengan dosa dan kesalahan? Tidak! Justru penyesalan dan pertobatan itu lahir dari dasar jiwanya yang penuh dengan panggilan kasih dan tanggung jawab. Demikianlah seorang Bodhisatva, karena kasihnya maka Beliau senantiasa merasa bersalah dan berdosa.
Lain halnya dengan seorang awam yang sekalipun penuh dengan kejahatan namun tetap merasa suci dan mulia. Hal ini disebabkan seorang awam hanya melihat orang lain dan tidak pernah berusaha mengenali diri sendiri sehingga sekalipun jiwanya dipenuhi oleh kebencian dan kebodohan, ia tetap merasa diri suci dan bijaksana.
Sedangkan seorang Bodhisatva, sekalipun jiwannya suci penuh kasih dan bijaksana, Beliau tetap merasa bersalah pada umat manusia. Sikap ini membuktikan kasih Bodhisatva Maitreya yang tak ada batasnya! Inilah sikap utama yang harus diimani oleh semua orang yang percaya pada Maitreya.
Ajaran Maitreya mengajarkan bersamadhi dengan melaksanakan puja pertobatan sehari tiga kali (sama seperti yang dilaksanakan oleh Maitreya). Mengapa Samadhi dengan cara puja pertobatan? Sebab dalam jiwa yang sadar bertobat takkan lagi ada kebencian dan kedendaman. Orang yang senantiasa merasa diri bersalah takkan ada lagi keakuan dan sikap pementingan diri sendiri. Dalam pandanganya semua manusia adalah bajik hanya dirinya yang jahat. Ia akan senantiasa berdisiplin diri, tahan derita, rendah hati, siap berkorban, memaafkan orang yang bersalah padanya. Inilah pola perjuangan yang telah diterapkan oleh Bodhisatva Maitreya sehingga dengan melaksanakan Samadhi pertobatan, Beliau telah berhasil memenangkan keakuan diri. Segala kemelekatan dan noda batin telah dilenyapkannya. Pola perjuangan Bodhisatva Maitreya inilah yang menjadi teladan utama bagi kita sekarang ini.
Dalam bait kedua ikrar Bodhisatva Maitreya kita menemukan sikap pemulian semua makhluk yang tiada tandingan. Sikap ini lahir dan jiwanya bebas tiada keakuan, tiada keangkuhan, bebas tidak beroposisi pada siapapun bahkan menghormati semua makhluk. Inilah prinsip kedua perjuangan membina diri.
Melalui bakti puja kita memuliakan dan menghormati semua Buddha, Bodhisatva da makhluk suci. Melalui bakti puja kita merendahkan dan melupakan diri sendiri. Sebab orang yang dapat melupakan diri sendiri baru dapat memuliakan semua makhluk. Dan orang dapat memuliakan semua makhluk pasti dapat berkorban dan mengasihi semua bentuk kehidupan. Orang yang dapat melupakan diri sendiri dan memuliakan semua makhluk takkan lagi ada rasa takut dan sedih, gelisah dan duka derita, persaingan dan perselisihan dalam hidupnya. Hatinya senantiasa dipenuhi oleh rasa hormat, tulus dan ikhlas.
Prinsip ketiga dalam perjuangan membina diri adalah semangat kasih pada semua makhluk. Semangat cinta kasih universal inilah yang menjadi kebajikan khas Sang Bodhisatva Maitreya. Semangat cinta kasihnya yang besar membuat beliau sejak berkalpa-kalpa lampau yang tak terhitung telah menjalani hidup bervegetarian itulah sebabnya Beliau dihormati dengan nama Maitreya.
Maitreya berarti Sang Pengasih. Dalam kasihnya yang tiada batas Beliau telah menyatakan sumpahnya yang terkenal yaitu sumpah untuk lahir di akhir zaman. Lahir untuk menderita demi umat manusia. Lahir demi kebahagiaan dan kesuka-citaan semesta bagi semua makhluk.
Dialah Buddha penerus, Buddha yang datang ke dunia yang penuh dengan kejahatan, kelicikan, kebohongan dan kedunguan. Dan Sang Buddhalah orang pertama yang membicarakan kedatangan-Nya. Dan adalah Sang Buddha pula yang telah menganjurkan bakti puja pada Buddha Maitreya. Inilah sebab musabab lahirnya tradisi bakti puja pada Buddha Maitreya sepanjang masa.
Kita dengan hati tulus penuh keimanan berbakti puja pada Buddha Maitreya sehari tiga kali. Bertobat, memuja dan memuliakan semua Buddha-Bodhisatva yang tiga kali sehari. Semuanya dilakukan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Buddha Maitreya sendiri.
Semua hati menjadi sejuk dan ceria melihat tawa-ria-Nya. Jiwa yang penuh beban menjadi bebas dan ringan, hati yang penuh kebencian menjadi tenang dan simpati ketika menatap wajah tawa-ria yang lugu itu. Semua orang merasa dekat dan intim pada penampilannya yang amat membumi dan bersifat keseharian. Inilah nilai plus pada perwujudannya sebagaimana Buddha pembawa kebahagian Universal.
Semua hati menjadi sejuk dan ceria melihat tawa-ria-Nya. Jiwa yang penuh beban menjadi bebas dan ringan, hati yang penuh kebencian menjadi tenang dan simpati ketika menatap wajah tawa-ria yang lugu itu. Semua orang merasa dekat dan intim pada penampilannya yang amat membumi dan bersifat keseharian. Inilah nilai plus pada perwujudannya sebagaimana Buddha pembawa kebahagian Universal.
Beliau tidak ingin menunuukkan dirinya sebagai sekuntum bunga teratai yang suci yang menjaga jarak dengan tanah Lumpur yang kotor dimana dia tumbuh melainkan Beliau memilih menjadi umbi teratai yang terbenam di dalam Lumpur. Sebagai umbi teratai, Beliau tampak begitu biasa. Hal ini menunjukkan betapa Beliau adalah seorang Buddha yang begitu membumi. Beliau hadir dengan dua aspek seperti sebatang pohon yang tumbuh tinggi menjulang namun akarnya tidak lupa makin membenam ke dalam bumi. Beliau adalah seorang Buddha yang menonjolkan aspek kemanusiaannya. Hal inilah yang membuat manusia merasa dekat dengan-Nya.
Kita semua yakin, Buddha Maitreya tidak pernah berhenti mengemanasi dirinya ke dunia saha loka ini hingga kedatangan-Nya yang terakhir untuk membangun dunia yang damai sentosa dengan umat manusianya yang hidup dalam kesadaran nuraniah. Buddha Maitreya datang bukan hanya untuk satu kaum tertentu namun untuk semua umat manusia. Kapan dan dimanapun juga Beliau baik secara langsung atau tidak akan menunjukkan kasih-Nya kepada dunia. Dimana ada kemukjizatan di sanalah Beliau telah menunjukkan kekuatan Dharma Gaibnya. Dimana ada bencana dan musibah, disitulah Beliau akan memancarkan kasih perlindungan-Nya.
Kita semua yakin, Roh Suci Beliau senantiasa bekerja secara amat tulus di dunia ini. Secara perlahan-lahan Beliau membimbing arus dunia menuju kesadaran. Kita semua yakin adalah kuasa suci Buddha Maitreya yang telah bekerja dalam hati manusia sehingga banyak warga dunia mulai memberikan kepedulian yang begitu besar pada lingkungan hidup seperti gerakan perdamaian global, humanisme dan sebagainya yang makin lama akan semakin bertambah. Demikianlah kuasa suci-Nya akan terus bekerja dalam hati umat manusia tanpa perbedaan ras, suku dan bangsa.
Dalam Sutra Bodhisatva Maitreya mencapai Surga Tusita, Sang Buddha Sakyamuni bersabda: “Bila ada bhiksu-bhiksuni, upasaka-upasika, deva, naga bahkan kelompok rahulata begitu mendengar nama agung Bodhisatva Maitreya terus bersikap anjali dan memberi hormat yang tulus, maka terbebaslah orang atau makhluk ini dari dosa karma samsara 500 kalpa. Dan kepada mereka yang dapat melaksanakan bakti-puja menghormati Buddha Maitreya maka orang itu akan segera terbebas dari ikatan dosa karma samsara puluhan milyar kalpa, sekalipun tidak berhasil mencapai Surga Tusita, namun pasti dapat berjumpa dengan Buddha Maitreya pada masa yang akan datang, mendengar Maha Dharma tak terhingga dan mencapai Kesempurnaan.”
Label: DEWA MAITREYA
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar