Senin, 19 April 2010

Pura Perancak

Lokasi Purancak kira-kira I0 km Barat Daya Desa Tegalcangkring, termasuk wilayah Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. Dari Kota Denpasar menempuh jarak 96 km mengikuti jalan raya jurusan Denpasar-Gilimanuk. Purancak adalah bagian dari Selatan Bali Barat. Pada ujung barat Desa Purancak terdapat sebuah pura yang bernama pura Purancak. Pura menghadap ke arah barat dengan panorama sungai Purancak yang panjang dan lebar merupakan daya tarik yang kuat. Air sungai sangat tenang seperti kolam, dan di seberang sungai tampak perladangan yang ditumbuhi pohon-pohon pantai yang berjajar.Kurang lebih 250 meter di sebelah selatan Pura Purancak terbentang lautan yang membiru, dan di kejauhan seberang lautan tampak gugusan pulau Jawa bagian timur. Sementara di sebelah kanan muara sungai kelihatan rumah-rumah tradisional yang menjorok ke laut disertai dengan deretan pohon-pohon kelapa melambai-lambai karena tiupan angin laut. Suasana yang demikian merupakan panorama yang indah dan menarik.
 
Jalan Spiritual Pesisir Bali
SEPULUH kilometer selepas Kota Negara, jika kita melaju ke arah Denpasar, kendaraan-kendaraan menepi. Seorang pamangku (abdi pura) segera mendekat untuk memercikkan air suci, memberi bunga dan bija (beras suci). Dan kita seperti menghirup berkah dari tanaman spiritual sejak berabad-abad silam.

Tak  jauh dari tepi jalan, di mana ombak menderu memukul-mukul karang, seorang pendeta pernah singgah. Dalam lontar Dwijendra Tatwa sebagaimana ditulis Ktut Soebandi dalam buku Pembangunan Pura-pura di Bali, Dang Hyang Nirartha sekitar tahun 1489 Masehi sedang melakukan perjalanan dari Blambangan, Jawa Timur, menuju Kerajaan Gelgel di Klungkung.
Ketika tiba di Desa Gading Wani, penduduk setempat minta berkah agar dibebaskan dari wabah yang sedang mengganas sejak beberapa tahun. Banyak warga meninggal dan panen selalu gagal. Seperti membawa mukjizat, dengan sekali sentuh, sembuhlah orang-orang Gading Wani dari derita. Hasil panen pun mulai membaik. Ketika penduduk meminta Nirartha untuk menetap, pendeta yang bergelar Pedanda Sakti Wawu Rawuh ini, menitipkan sehelai rambut. Ia tetap melanjutkan perjalanan ke arah timur menuju Gelgel. Di tepian laut, di atas tebing pesisir pantai selatan Bali kemudian berdiri Pura Rambut Siwi.
BANYAK cerita kemudian berkembang. Desa di mana dahulu berlokasi Gading Wani, sampai sekarang terdapat Desa Yeh Embang. Konon, ketika Nirartha melintasi pesisir, air laut yang pasang tiba-tiba terbelah, seolah-olah memberi jalan baginya. Yeh Embang berarti air terbelah.
Sesungguhnya sebelum tiba di Gading Wani, Nirartha melintasi Selat Bali dengan perahu dari labu, dan mendarat di pantai yang sekarang dikenal dengan nama Perancak. Saat menanti kedatangan istri dan tujuh putranya, Nirartha berteduh di bahwa pohon ancak. Di situlah sampai sekarang berdiri Pura Purancak.
Seluruh perjalanan Nirartha menyusuri pesisir Pantai Selatan Bali selalu ditandai dengan berdirinya pura. Setelah Pura Rambut Siwi, jika terus menyusur ke arah timur, terdapat Pura Tanah Lot, kemudian Pura Ulu Watu. Pura yang terakhir, disebut-sebut sebagai tempat moksanya Nirartha.

Kini di jalur di mana Nirartha melakukan perjalanan spiritual dari Kerajaan Blambangan, Jawa Timur, menuju Kerajaan Gelgel, Klungkung, seperti terbentang benteng yang menjaga Bali dari arah laut. Banyak yang percaya garis ini telah membuat Bali tetap terjaga vibrasi spiritnya sejak abad ke-11 sampai zaman modern sekarang ini.
NIRARTHA adalah petani dalam pengertian kini. Keduanya, para kreator yang tak pernah memandang hasil karyanya sebagai sebuah produk yang di zaman modern ini justru dipandang dari sisi komersial. Pura-pura di sepanjang pesisir Bali, sekarang dikenal sebagai tempat-tempat wisata yang eksotik. Sebutlah Tanah Lot dan Ulu Watu, dua tempat wisata yang tiada duanya di dunia. Tanah Lot dengan pura yang terletak di sebidang batu karang di tengah lautan, Ulu Watu dengan pura di atas tebing yang menjorok ke tengah Lautan Indonesia.
Nirartha tidak pernah memikirkan jejak perjalanannya dari Jawa ke Bali memiliki sisi-sisi di luar konteks spiritual: pariwisata. Begitu pun para petani Bali, tidak pernah berpikir bahwa sawah yang berundak beserta kelompok subak, kini dinikmati sebagai lanskap yang penuh daya pikat. Itu karena keduanya kreator. Seorang kreator hanya berpikir melakukan yadnya, pengorbanan "suci" baik buat laku spiritual maupun laku kehidupan sehari-hari.
Maka "investasi" pariwisata Bali sesungguhnya sudah ditanam jauh sebelum orang-orang sadar bahwa perpelancongan bisa mendatangkan devisa. Dan, yang paling penting, "investasi" ditanamkan tanpa kesadaran komersial. Jauh sekali dari cara berpikir kapital, yang sekarang menggerus di setiap sudut kehidupan kita.
Jika kemudian terdapat upaya-upaya dari Pemerintah Daerah Jembrana mengembangkan Rambut Siwi sebagai destinasi pariwisata, sebaiknya diletakkan dalam kerangka berpikir para petani tadi. Seperti pemekaran Rambut Siwi menjadi lima gugusan pura, pada dasarnya dilandasi kepentingan peningkatan spiritualitas semata-mata. Bahwa di situ kemudian tercipta undakan untuk menuruni perbukitan dan mendapati pantai, di mana gugusan pura lainnya berlokasi, itu pula bukan demi penciptaan eksotika.
Kalau pemandangan kemudian menjadi indah, bukanlah pemandangan dari sisi para kreatornya. Nirartha tak pernah memikirkan menciptakan keindahan, apalagi menuruti kehendak arus modal. Keindahan adalah sesuatu yang mewujud dalam laku spiritual. Kegiatan mencangkul sawah dan membersihkan rerumputan di pematang, tak lain adalah laku spiritual paling sederhana yang melahirkan keindahan.
Kemudian sekarang, di saat Bali sedang berada dalam beragam kesusahan, seharusnya orang-orang kembali merunut jalan berpikir Nirartha. Semua orang harus kembali berjalan dan berjalan, tanpa pernah sekali pun memikirkan pamrih, apalagi laba. Sebab bukankah artha (berkah) tidak harus dipetik di saat yang sama ketika kita menanam.
Sebagaimana kendaraan- kendaraan yang menepi di jalur Negara-Denpasar untuk memohon air suci, bunga, dan berkah, begitulah seharusnya hidup berjalan. Penuh penyerahan dan tulus ikhlas untuk melakukan segalanya.

0 Comments:

Posting Komentar