Sabtu, 18 Juni 2011
Yang dimaksud dengan parikramaning pemangku adalah segala sikap Sang Pemangku atau Pinandita Pura tatkala menggelar Puja-Stawa-Mantra dan Seha terkait dengan pelaksanaan persembahyangan Umum-Sehari-hari ataupun Saat-saat tertentu, seperti misal umat memohon Tirta suci sebagai pelengkap suatu Upacara di Keluarga ataupun Pura lainnya, di Bali di sebut Medangka.
Adanya penggunaan Seha disamping Mantra bagi kalangan yang belum terbiasa, akan mungkin saja dirasakan agak aneh dipandang dari segi bahasanya. Namun perlu dimaklumi bahwa penggunaan Seha sangatlah penting karena akan lebih memantapkan bagi para pemedek dalam persembahyangan tersebut. Hal ini dikarenakan memakai bahasa sehari-hari sesuai dengan daerah masing-masing.
Dalam Hal Gegelaran Kepemangkuan, hingga saat ini masih tetap dipakai dan disepakati untuk berpedoman pada Lontar Kusuma Dewa dan Gagelaran Pemangku yang dilihat dari segi usianya sangatlah kuna. Di dalamnya banyak menggunakan Puja-Seha.
Di dalam masyarakat, Puja-Seha ini sering disebut dengan Sesontengan, karena menggunakan bahasa sehari-hari yang berbentuk prosa (Gancaran). Parikramaning pemangku ini merupakan tuntunan serta pedoman praktis bagi para Pemangku Pura dalam mengantar serta memmpin persembahyangan sehari-hari serta dapat pula dikembangkan untuk menyelenggarakan Upacara Persembahyangan Purnama Tilem, Piodalan Alit dan Hari Raya Keagamaan lainnya seperti Galungan, Kuningan, Saraswati dan Lainnya.
Adanya penggunaan Seha disamping Mantra bagi kalangan yang belum terbiasa, akan mungkin saja dirasakan agak aneh dipandang dari segi bahasanya. Namun perlu dimaklumi bahwa penggunaan Seha sangatlah penting karena akan lebih memantapkan bagi para pemedek dalam persembahyangan tersebut. Hal ini dikarenakan memakai bahasa sehari-hari sesuai dengan daerah masing-masing.
Dalam Hal Gegelaran Kepemangkuan, hingga saat ini masih tetap dipakai dan disepakati untuk berpedoman pada Lontar Kusuma Dewa dan Gagelaran Pemangku yang dilihat dari segi usianya sangatlah kuna. Di dalamnya banyak menggunakan Puja-Seha.
Di dalam masyarakat, Puja-Seha ini sering disebut dengan Sesontengan, karena menggunakan bahasa sehari-hari yang berbentuk prosa (Gancaran). Parikramaning pemangku ini merupakan tuntunan serta pedoman praktis bagi para Pemangku Pura dalam mengantar serta memmpin persembahyangan sehari-hari serta dapat pula dikembangkan untuk menyelenggarakan Upacara Persembahyangan Purnama Tilem, Piodalan Alit dan Hari Raya Keagamaan lainnya seperti Galungan, Kuningan, Saraswati dan Lainnya.
Label: Parikramaning Pemangku
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar